Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

keterangan

Sejarah Singkat Penolakan Pembangunan Mall di Kawasan Benteng Kuto Besak Tahun 2002 dan Bangkitnya Kesultanan Palembang Darussalam Tahun 2003

Rabu, 21 Mei 2025 | Mei 21, 2025 WIB Last Updated 2025-05-22T00:38:44Z



Oleh Kemas Idham Abubakar, SP*

*Penulis adalah Ketua Harian Angkatan Muda Keluarga Palembang Darusalam dan Saksi Sejarah Penolakan Pembangunan Mall kawasan di BKB 2002 dan Bangkitnya KPD secara Budaya tahun 2003


Sejarah Singkat Penolakan Pembangunan Mall di Kawasan Benteng Kuto Besak Tahun 2002


Rencana Pembangunan Mall di Kawasan Benteng Kuto Besak diatas lahan eks Bioskop Garuda oleh Investor pada tahun 2002, mendapatkan penolakan dari tokoh tokah Palembang dan 32 LSM/ Ormas di Kota Palembang. Rencana Pembangunan Mall tersebut bertentangan dengan Perda No.7 tahun 1997 tentang Kawasan Benteng Kuto Besak dan Peraturan Daerah No.8 tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang (RUTR) wilayah Kota Palembang

 LSM/Ormas yang menolak Pembangunan Mall pada bulan Agustus 2002 dimotori oleh: Drs.RMS Prabu Diradja SH (Yayasan Kesultanan Palembang), Ustadz Ahmad Umar Thoyib, Hamdani, S.Si, Novianto, Nopriansyah, dkk (LSM Pusat Peran Serta Masyakat (PPM) Provinsi Sumsel, Ir Dailami Malik Tadjudiin (Dewan Presedium Rasan Palembang, Zuhdiyah M.Ag (Yayasan Mahad Islamy Palembang, Mgs.Rudi M Soleh (Forum Rasan Palembang),Kemas Idham, SP. MHA Dailami, S. Ag, Mgs. Ishak, Eko, Nyimas Umi Kalsum  (PPM Kota Palembang), Hasan F Hamzah (Yayasan Azzumar), Ir. Sulhan Malik Tadjudin dan lain lain. Penolakan LSM/ Ormas Palembang terus bertambah dan tergulir sampai awal tahun 2003. Diantaranya ikut menolak Kerukunan Keluarga Palembang (KKP) Kota Palembang yang diketuai Kgs. H. Roni Hanan, Fokus Umat (Sumarno S, SH). Dengan banyaknya penolakan dari tokoh masyarakat dan Ormas/LSM di Kota Palembang, akhirnya Walikota Palembang memutuskan menolak memproses perizinan Mall di Kawasan Benteng Kuto Besak

 


Sejarah Singkat Bangkitnya Kesultanan Palembang Darussalam Tahun 2003

Dengan adanya penolakan Pembangunan Mall di Kawasan Benteng Kuto Besak tahun 2002, maka tokoh dan LSM di Kota Palembang terus melakukan pertemuan dan Konsolidasi secara rutin, muncul banyak protes, tulisan, demonstrasi ke kantor Walikota Palembang pada awal Januari 2003 (dipimpin Kemas Idham, SP)  dan pada akhirnya para tokoh-tokoh Palembang menggagas diskusi dan mengelar Seminar Sehari di Auditorium IAIN Raden Fatah pada tanggal 11 Januari 2003 dan dilanjutkan Musyawarah adat sesepuh dan tetuo Palembang

Ada 10 Butir kesimpulan dan Rekomendasi Seminar Sehari Palembang Darusalam 11 Januari 2003  diantaranya yaitu:

1, Mengharapkan  Walikota dan DPRD Kota Palembang  dengan dukungan Masyarakat Palembang mengembalikan Kota Palembang Sebagai Darusssalam (Negeri yang damai dan Sentosa) sekalgus mengesahkan sebagai nama Resmi Kota Palembang

2. Mengembalikan Mejelis Adat/ Guguk sesuai Fungsi semula yang ditindak lanjuti dengan pendataan Sesepuh/Tetuo Kampung

3. Menghidupkan dan menyemarakkan kembali adat dan budaya Palembang Darussalam seperti Syarofal Anam <Arak-rakan pengantin, ngobeng, Makan pola hidangan, ngecek bawang, masang tarub, cacap-cacapan, nyanjoi dengan busama adat, takzaih kematian dan lain-lain sebagao wadah perekat silaturahmi

4, Dikembalikannnya aset-aset bersejarah keultanan Palembang Darussalam khususnya Benteng Kuto Besak dan aset bersejarah  lain sebagai benda cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestraikan bersama

5, Mendukung dikembalikan Masjid Agung  sebagai Pusat Kajian Agama Islam


Jadi tidak ada dari  hasil seminar sehari Palembang Darussalam tahun 2003 untuk  menghidupkan kembali Kesultanan Palembang Darussalam. Yang diinginkan tetuo dan sesepuh palembang adalah menjaga dan melestarikan adat budaya Palembang Darussalam


Pada Pertemuan tersebut disepakati membentuk majelis Adat  Palembang Darussalam. Semua anggota diskusi yang setuju dihidupkannya kembali Adat Budaya Kesultanan Palembang 

Darussalam terdaftar dalam anggota Majelis Adat ini. Tim 7 ini terdiri dari:

1. Ustadz Ahmad Umar Tyoyib (Alm)

2. Ir, Shulhan Malik Tadjuddin (Beliau adalah anak dari KIAI Malik Tadjuddin)

3. Ustadz Kgs. Mustofa Azhari

4. Ustadz Abdullah Ahmad (Dari Jebus Bangka)

5. Kgs. Ali Akbar Mutaqien

6. Drs. Abdul Hakim Husin

7. Syarifuddin, A.Md

Berdasarkan hasil musyawarah adat sesepuh dan tetuo Palembang Darussalam

menyusun persyaratan-persyaratan untuk menjadi sultan yaitu: 

1.Beragama Islam.

 2.Zuriat kesultanan Palembang Darussalam (diutamakan dari zuriat 

Sultan Mahmud Badaruddin II).

 3. Mempunyai bukti amanah (berupa benda-

benda peninggalan dari sultan-sultan Palembang). 

4. Dikenal oleh masyarakat Palembang dan kesultanan lainnya. 

5.Dapat mendorong semangat kesatuan dan 

persatuan masyarakat Palembang. 

6. Peduli terhadap peninggalan Kesultanan 

Palembang Darussalam. 

7.Tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung 

terhadap pengerusakan atau penjualan aset-aset peninggalan Kesultanan Palembang 

Darussalam. 

8. Berani berkorban untuk kemajuan dan kebanggaan zuriat. 

9. Bertempat tinggal di Palembang. 

10.Berpendidikan yang tinggi 

minimal SMA. 

11.Berpengalaman dalam berorganisasi.

Persyaratan-persyaratan inilah yang harus dimiliki sesorang untuk menjadi sultan di Kesultanan Palembang Darussalam.


Dari hasil penelitian dan penilaian yang telah disusun oleh Majelis Musyawarah 

Adat Palembang Darussalam. Beberapa orang yang 

dianggap sebagai tokoh masyarakat penting dan layak diusulkan sebagai tokoh simbol pemersatu zuriat Palembang, antara lain: Djohan Hanafiah, RA 

Rahman Zeth, RM Mansyur Yan, RM Sjafei Prabu Diradja.


Berdasarkan hasil penelitian dari tim majelis musyawarah adat Palembang Darussalam yang  memenuhi persyaratan tersebut adalah: Drs Raden Muhammad Sjafei Prabu Diradja,SH bin Raden Haji Abdul Hamid

Akhirnya pada tanggal 3 Maret 2003, bertempat di Masjid Lawang Kidul, Majelis 

Musyawarah Adat Palembang Darussalam menobatkan Drs. Raden H. 

Muhammad Sjafei Diradja, S.H. bin Raden H. Abdul Hamid Prabudiradja IV sebagai 

Sultan di Kesultanan Palembang Darussalam dengan gelar Sultan Mahmud 

Badaruddin III Prabu Diradja (Sultan Mahmud Badaruddin III )

Kebangkitan Kesultanan Palembang Darussalam ini lebih bersifat sebagai simbol kebudayaan di Sumatra Selatan.

Dimana visi yang di emban oleh Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja

adalah mewujudkan Negeri Palembang Darussalam, menjadi Negeri tempat 

keselamatan yang di ridhoi Allah SWT, melalui adat istiadat Kesultanan Palembang 

Darussalam yang telah dilupakan dan di tinggalkan.

Ada dua alasan yang mendasari pengangkatan Drs. Raden H. Muhammad 

Sjafei Diradja, S.H. Pertama, “Saya Menerima Wangsit” Drs. Raden H. 

Muhammad Sjafei Diradja, S.H mengaku menjadi Sultan Mahmud Badaruddin III 

karena menerima wangsit (Wawancara di Koran Sumeks)

Kedua, menurut silsilah Kesultanan Palembang Darussalam, Drs. Raden H. 

Muhammad Sjafei Diradja, S.H. bin Raden H. Abdul Hamid Prabudiradja IV

merupakan keturunan ke-11 dari Sultan Abdurrahman. 


Sejarah Lahirnya Dualisme Kesultanan Palembang Darusalam.

Sejak pengukuhan Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja sebagai Sultan Palembang Darussalam, timbul reaksi/tanggapan/komentar dari beberapa orang, dan yang kurang senang bangkitnya 

Menurut Ketua Kerukunan Keluarga Palembang Sumsel Bapak Prof.dr.KHO. Gajanata pengangkatan Prabu Diradja sebagai Sultan belum mempunyai landasan yang cukup kuat.

KERUKUNAN Keluarga Palembang (KKP) adalah satu dari sekian perkumpulan masyarakat di Kota Palembang yang tidak pernah dikonfirmasi, apalagi diajak untuk membahas mengenai perubahan SMB III.

Sebagai ketua KKP Sumsel, saya tidak tahu menahu dan tidak ingin tahu mengenai perubahan SMB III tersebut. Karena perubahan SMB III tersebut tidak mempunyai landasan yang jelas.

Sebagai pribadi, saya sangat menyayangkan alasan-alasan yang Majelis Musyawarah Adat Palembang kemukakan sebagai landasan perubahan SMB III. Juga merasa kasihan dengan cara penyampaian aspirasi dan jalan yang ditempuh Majelis Musyawarah Adat Palembang tersebut. Seharusnya cara-cara yang baik dan bekerjasama sebagai orang yang bermartabat apa yang telah dilakukan Majelis Musyawarah Adat Palembang telah mencoreng budaya masyarakat Palembang.

Masyarakat Palembang seyogyanya bersikap wajar dan santun sedangkan Majelis Musyawarah Adat Palembang dalam menyuarakan SMB III adalah terlalu tergesa-gesa, serta terlalu bersemangat menonjolkan diri dengan memberikan gelar Sultan Mahmud Badaruddin III kepada seseorang. Sehingga, apa yang telah dilakukan Majelis Musyawarah Adat Palembang itu sangat tidak mencerminkan itikad masyarakat Palembang sebagai pewaris kesultanan Palembang Darussalam.

Menurut Djohan Hanafiah, sebagai budayawan Palembang “saya prihatin” bila 

kembali terbentuk kesultanan, lantas mana yang jadi pengikutnya, bagaimana 

peraturan pemerintahannya dan di mana pusat kegiatannya, sebenarnya saat ini tidak ada lagi kesultanan dan itu sudah sejak 1823 atau saat keruntuhan Kesultanan 

Palembang Darussalam, kini Kesultanan Palembang Darussalam hanya tinggal 

kenangan.

Pengangkatan Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja sebagai Sultan 

Palembang Darussalam dan penobatannya mendapat tantangan pada tahun 2006. 

Tanggal 18 November 2006 di Palembang, himpunan zuriat Kesultanan Palembang 

Darussalam yang didirikan 

tahun 2006 oleh Djohan Hanafiah menobatkan satu sultan baru yaitu R. Mahmud 

Badaruddin terpilih sebagai sultan dengan gelar Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin 

dan penobatan dilaksanakan di halaman dalam Benteng Kuto Besak Palembang.

Berdasarkan silsilah Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin adalah keturunan 

dari tiga sultan yang pernah berkuasa di Palembang. Pertama dari pendiri keraton 

Kesultanan Palembang Darussalam, Sultan/Susuhunan Abdurrahman Khalifatul 

Mukminin Sayidul Imam. Kedua Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago, sultan 

ini memilik Putra Mahkota Pangeran Ratu Purboyo yang tewas dizolimi diracun pada 

fajar hari menjelang penobatannya. Ketiga, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin 

juga memiliki garis keturunan dari Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo 

saudara lain ibu Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago dimana Raden Lumbu 

Pangeran Nato Dirajo Bin Pangeran Ratu Purboyo

Kesultanan Palembang se-Nusantara dikarenakan sultan terdahulu tidak 

meninggalkan wasiat dan dalam silsilah Kesultanan Palembang Darussalam. Raden 

Iskandar Mahmud Badaruddin merupakan keturunan dari tiga sultan yang pernah 

berkuasa di Kesultanan Palembang Darussalam, yaitu Sultan/Susuhunan 

Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam, Sultan Muhammad Mansyur Jayo 

Ing Lago dan Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo. Munculnya Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam  (HZKPD) yang dipelopori antara lain oleh Djohan Hanfiah bin Ali Amin yang menunjuk Raden Iskandar Mahmud Badaruddin menjadi ketua umumnya HZKPD  dengan diberi gelar menjadi Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin bin Rahdin 

Haji Muhammad Harun.

Disinilah awal terjadinya dualisme kesultanan di Kesultanan Palembang Darussalam di tahun 2006 sampai 2025 (sekarang).

Dualisme kepemimpinan yang terjadi di Kesultanan Palembang Darussalam 

saat ini, bukan yang pertama kali. Catatan sejarah memperlihatkan pada masa 

kejayaan dahulu, rakyat Kesultanan Palembang Darussalam beberapa kali mengalami 

peristiwa kepemimpinan. Hal itu terjadi, karena adanya campur tangan bangsa 

Kolonial dalam kehidupan ekonomi, politik dan pemerintahan Kesultanan Palembang 

Darussalam. Hingga akhirnya, Belanda memutuskan untuk menghapuskan 

keberadaan Kesultanan Palembang Darussalam. Kemudian, menghancurkan hampir 

semua bangunan peninggalan kesultanan yang merupakan bukti kemegahan dan 

kejayaannya

Ada seorang akademisi pendapat tidak apa-apa jika Kesultanan Palembang Darussalam memiliki dua sultan dan jalani saja menurut versinya masing-masing karena keberadaan kesultanan ini lebih mengarah kepada menjaga aspek 

kebudayaan bukan kepada aspek politik. Secara Hukum Ketatanenegaraan, Sejak Indonesia merdeka 1945, maka tidak memungkinkan membuat negera dalam negera. Jadi Keberadaan Kesultanan Palembang diharapkan untuk menjaga dan melestarikan peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam bukan mendirikan negara lagi di wilayah negara kesatuan Repblik Indonesia.


Pada tahun 2007 dibentuk Tim 17 dan melaksanakan Diskusi dengan Tema Pelurusan Sejarah Kesultanan Palembang Darussalam yang menjadi Ketua Panitia dr. Hj. Nyayu Alfa Gadjanata dan Sekretaris Panitia Kemas Idham Abubakar, SP yang bertujuan Menjernihkan sejarah KPD dan bersifat netral. 


Dari Fakta dan Pengalaman Penulis dari tahun 1992 sd 2026, adanya keinginan yang kuat dari zuriat palembang akan lahirnya tokoh pemersatu zuriat palembang baik di bidang budaya, ekonomi, akademik dan politik, terutama di bidang politik sampai sekarang belum ada gubernur sumsel dan walikota palembang dari keturunan zuriat palembang  karena ada beberapa faktor diantaranya: secara personal banyak yang terhasil secara akademik, agama, ekonomi, politik namun secara organisasi ke Palembang an belum solid. Selain itu belum ada tokoh zuriat palembang memegang tampuk pimpinan parpol tingkat nasional yang berdampak atas suksesi kepemimpinan di  Kota Palembang dan Provinsi Sumsel.

Organisasi tertua tokoh-tokoh  Kerukunan Keluarga Palembang 1976, Kesultanan Palembang Darusalam 2003, Keraton Kesultanan Palembang 2006, PZP 2016 lain-lain masih berjalan sendiri-sendiri. Fakta real tahun 2024 ada nya keinginan memunculkan calon walikota palembang terbentur kendaraan politik dan finansial.

Pertanyaan yang masih perlu  pembuktian  adalah kapan tokoh zuriat palembang dan  organisasi-organisasi  ke Palembang an akan bersatu ?  Mudah mudahan kedepan ada tokoh palembang yang berwawasan maju bisa mempersatukan tokoh tokoh zuriat Palembang. Aamiin.

×
Berita Terbaru Update