Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

keterangan

Sudah Dibayar Lunas Puluhan Tahun Tapi Belum Terima SHM, 536 Pemilik Kavling tanah Kopsudas Melalui Ahmad Rendy, SH & Partners, Tempuh Jalur Hukum

Rabu, 28 Mei 2025 | Mei 28, 2025 WIB Last Updated 2025-05-29T01:30:26Z


PALEMBANG, Sumaterannewss-. Com — Sengketa pertanahan kembali mencuat di Sumatera Selatan. Sebanyak 536 pemilik kavling tanah Kopsudas (Koperasi Pegawai Negeri Serba Usaha Daerah Tingkat I Sumsel) masih belum menerima sertifikat hak milik (SHM) atas tanah yang mereka lunasi sejak tahun 1983. Melalui kuasa hukum mereka, Ahmad Rendy, SH & Partners, langkah hukum kini telah ditempuh.


Dalam konferensi pers di Hotel Wisata Palembang, Rabu (28/5), kuasa hukum menyampaikan bahwa pihaknya telah melaporkan dugaan tindak pidana penggelapan sertifikat kepada Polda Sumatera Selatan dengan nomor laporan LP/B/1095/X/2024/SPKT/Polda Sumsel, tertanggal 1 Oktober 2024.


“Klien kami, Bapak Muhammad Effendi, melaporkan dugaan penggelapan atas lima sertifikat hak milik  para pemilik kavling, yang saat ini diketahui masih dikuasai oleh Ibu Kurnia dan anaknya Nova Lianto Kurniawan, yang merupakan ahli waris dari almarhum Drs. H. Imron Usmar,” ujar Ahmad Rendy dalam pernyataannya.


Rendy menegaskan, laporan. Moh. Effendi ketua tim 7  yang dibentuk oleh para pemilik kavling. mewakili 536 pemilik kapling tanah tersebut bukan atas nama pribadi,  


“Tim ini dibentuk secara sah, lengkap dengan kuasa tertulis, untuk memperjuangkan hak-hak para pemilik tanah. Mereka telah menyelesaikan kewajiban pembayaran sejak 1983. Namun hingga kini, sertifikat belum juga mereka terima,” tegasnya.


Kuasa hukum menyatakan bahwa penguasaan berkelanjutan terhadap SHM oleh pihak ahli waris almarhum patut diduga tidak memiliki dasar hukum, karena berdasarkan hukum perdata, kuasa otomatis gugur setelah pemberi atau penerima kuasa meninggal dunia.


“Karena itu, penguasaan atas dokumen tersebut setelah meninggalnya almarhum, diduga kuat masuk dalam kategori penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP,” jelas Rendy.


Yang menarik perhatian publik adalah fakta bahwa salah satu terlapor, Nova Lianto Kurniawan, diketahui berprofesi sebagai notaris dan PPAT di Provinsi Jawa Barat. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai etika dan integritas dalam praktik profesi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga hukum.


“Sebagai pejabat publik, seharusnya menjunjung tinggi integritas, bukan justru diduga menguasai dokumen penting yang secara hukum menjadi hak orang lain,” katanya.


Melalui konferensi pers ini, kuasa hukum menyampaikan tiga permintaan kepada pihak Kepolisian:


Agar proses hukum atas laporan ini segera dinaikkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan.



Penetapan status tersangka terhadap pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab.


Penyitaan lima sertifikat SHM dan seluruh dokumen pendukung terkait untuk menjamin kepastian hukum para pemilik tanah.


“Kami ingin menegaskan, bahwa perjuangan ini bukan untuk menciptakan konflik, tetapi semata-mata untuk menegakkan hak atas tanah yang sudah dibayar lunas puluhan tahun lalu,” ujar Rendy.


Di akhir penyampaiannya, ia juga memberikan apresiasi kepada Polda Sumsel yang dinilai telah profesional menangani berbagai laporan masyarakat. Pihaknya percaya, kepolisian di bawah kepemimpinan Kapolda saat ini akan memproses perkara ini dengan adil dan transparan.


“Kami hanya ingin keadilan. Sertifikat itu hak mereka. Kami berharap, proses ini berjalan cepat, objektif, dan memberikan titik terang setelah penantian lebih dari 40 tahun,” tutupnya.(Editor Dharmawan SE/Erwan Ryu Rich /H Rizal/Red/Tim).

 

×
Berita Terbaru Update